Mascipol.id – Sragen – Gerakan Jateng di Rumah Saja tidak berlaku penuh di Kabupaten Sragen. Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati menegaskan tidak akan menutup pasar dan mal seperti yang tertera dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
“Kita tidak akan melakukan penutupan pasar karena dampaknya akan sangat besar sekali. Mal dan sebagainya tetap kita buka sesuai dengan aturan PPKM tahap dua yang sudah kita laksanakan. Jadi tidak ada penutupan 24 jam selama dua hari itu, sesuai dengan PPKM saja,” ujar Yuni usai menggelar rapat dengan Forkopimda dan seluruh SKPD terkait di Aula Sukowati, Rabu (3/2/2021).
Yuni mengatakan pihaknya tidak bisa melaksanakan secara penuh seluruh poin yang ada pada SE Gubernur soal Jateng di Rumah Saja tersebut. Hal tersebut mengingat situasi dan kondisi kabupaten masing-masing.
Itu yang bisa kita lakukan karena banyaknya masukan dari para pedagang kecil, UMKM. Mesakake (kasihan) lah. Kalau sampai betul-betul ditutup dua hari tidak jualan itu kasihan. Itu keputusan kami di Kabupaten Sragen,” tegasnya.
Yuni mengakui sulit melakukan secara penuh SE Gubernur Ganjar tersebut. Pihaknya mencontohkan pelaksanaan PPKM yang berbeda-beda antara satu daerah dengan yang lain.
“Mohon maaf saya harus sampaikan sulit, sedangkan PPKM saja implementasi tiap kabupaten beda-beda, tidak ada sinkronisasi antara kepala daerah,” imbuhnya.
Keputusan ini, kata Yuni, diambil sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat. Pihaknya mengaku sudah mencoba menyosialisasikan SE tentang Jateng di Rumah Saja ke pasar, namun gelombang penolakannya begitu besar.
“jadi berpihak pada kepentingan masyarakat. Lurah pasar sempat kita coba sosialisasi ini ada SE Gubernur lho. Reaksinya sangat-sangat menolak, luar biasa (menolak),” lanjutnya.
Yuni mengatakan pemerintah daerah juga tidak memberikan kompensasi kepada mereka yang terdampak jika pasar-pasar ditutup. Sehingga kebijakan ini tentu akan memberatkan masyarakat.
“Mesakake (kasihan), gitu aja intinya. Apakah mereka akan mendapatkan kompensasi dari pemerintah? Kalau hanya pembebasan retribusi mudah, tapi kalau kompensasi sedemikian banyak dalam waktu dua hari kita tidak mempunyai kecukupan itu,” papar Yuni.
“Jadi bukan hanya masalah dua hari saja kalau ini, sudah menyangkut hajat hidup,” imbuhnya.