Riau, mascipol.id – Pertemuan silaturahim antara Gubernur Riau Abdul Wahid dan Wakil Gubernur SF Harianto pada Kamis, 30 Oktober 2025, menjadi peristiwa penting di tengah dinamika politik Riau.
Pertemuan yang berlangsung hangat di kediaman Gubernur itu bukan sekadar seremoni, tetapi merupakan upaya nyata membangun kembali komunikasi dan harmoni pemerintahan di Bumi Lancang Kuning.
Di tengah sorotan publik terhadap hubungan dingin antara dua pemimpin daerah, sosok Kapolda Riau tampil dengan peran strategisnya — bukan sebagai penegak hukum semata, tetapi sebagai pengemban amanah negara dalam menjaga stabilitas dan keseimbangan politik daerah.
Sebagian masyarakat mungkin bertanya, “Dalam kapasitas apa Kapolda hadir dan menjadi mediator dalam pertemuan tersebut?”
Pertanyaan ini wajar, karena publik sering memandang kepolisian hanya dari sisi penegakan hukum. Namun, dalam kerangka sistem pemerintahan daerah, peran Kapolda memiliki dimensi yang jauh lebih luas.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 9, Pasal 25, dan Pasal 26, dijelaskan bahwa urusan pemerintahan umum merupakan urusan Presiden selaku Kepala Pemerintahan yang dilimpahkan kepada kepala daerah, dan dalam pelaksanaannya dibantu oleh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Di tingkat provinsi, Kapolda merupakan salah satu anggota Forkopimda bersama Gubernur, Pangdam, Kajati, dan Ketua Pengadilan Tinggi. Artinya, dalam konteks pelaksanaan urusan pemerintahan umum — termasuk menjaga stabilitas politik, sosial, dan keamanan — Kapolda memang memiliki kewenangan dan tanggung jawab konstitusional.
Peran Irjen Hery Heriawan dalam memfasilitasi silaturahim ini mencerminkan pelaksanaan fungsi tersebut. Beliau tidak hanya menjalankan tugas sebagai Bhayangkara negara, tetapi juga sebagai pengembang kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila — sebagaimana diamanatkan dalam UU Pemerintahan Daerah.
Pendekatan yang ditempuh Kapolda menunjukkan pemahaman yang komprehensif terhadap nilai-nilai dasar bangsa: musyawarah, persatuan, dan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi maupun kelompok.
Langkah ini selaras dengan semangat pemerintahan yang menempatkan dialog dan kearifan lokal sebagai landasan utama penyelesaian perbedaan.
Sebagai masyarakat Riau, penulis melihat momentum ini sebagai contoh kepemimpinan yang patut diapresiasi. Gubernur Abdul Wahid dan Wakil Gubernur SF Hariyanto menunjukkan kedewasaan politik yang tinggi — mampu meninggalkan ego dan perbedaan demi kepentingan masyarakat luas.
Sementara itu, Kapolda Riau Irjen Hery Heriawan berhasil menjalankan peran ganda dengan baik: sebagai personel Polri yang profesional dan sebagai anggota Forkopimda yang mengemban amanah Presiden dalam menjaga ketertiban serta harmoni pemerintahan di daerah.
Di tengah situasi nasional yang menuntut sinergi lintas lembaga, Riau memberi contoh bahwa demokrasi tidak hanya hidup dalam ruang parlemen, tetapi juga dalam ruang silaturahmi — di mana perbedaan bisa diredam dengan dialog dan niat baik.
Pertemuan antara Gubernur dan Wakil Gubernur Riau, yang difasilitasi oleh Kapolda, bukan hanya simbol rekonsiliasi, tetapi juga cerminan fungsi negara hadir untuk menjaga kohesi sosial dan stabilitas daerah.
Langkah Kapolda Riau Irjen Hery Heriawan menunjukkan bahwa aparat penegak hukum dapat memainkan peran strategis dalam memperkuat pemerintahan daerah — tanpa melampaui batas kewenangan, tetapi dengan menjunjung tinggi semangat kebangsaan dan tanggung jawab moral.
Semoga semangat persatuan dan komunikasi yang dibangun dalam silaturahim tersebut menjadi pondasi kuat bagi Riau untuk melangkah maju, menatap masa depan dengan harmoni dan kebersamaan. ***
Penulis merupakan Panglima Besar Pagar Negeri Bumi Melayu
Oleh: Fadila Saputra
Total news
